a little detour


"Nda, kamu enggak capek ngeburu-buru Titan seeetiap pagi, untuk pergi sekolah?"
tanya ariawan suatu pagi.
*saya diam. ya capek sih. dan saya yakin, ariawan tau itu. makanya dia nanya.*
"yang perlu sekolah itu, anaknya atau kamu?"

*glek*


pertanyaan itu tiba-tiba membangunkan saya dari mimpi kelamaan jadi pelindung anak-anak. padahal, jauh di balik kekhawatiran terlambat sekolah; ada kekhawatiran lain lagi. yaitu keinginan untuk tetap bisa mengontrol ekspektasi hari itu. berangkat tepat waktu, itu berarti pulang ke rumah tepat waktu, luna sarapan tepat waktu, saya mandi tepat waktu, luna tidur siang tepat waktu, saya istirahat tepat waktu, semua tepat waktu dan hari itu pun berjalan normal sesuai dengan time slot yang sudah saya harapkan.

iyes, pengharapan saya sendiri.

tapi, saya malah jadi lupa; bahwa harapan supaya anak-anak jadi anak yang bertanggung jawab bisa dimulai dengan membiarkan mereka belajar memanfaatkan waktu mereka sendiri. kenapa sih saya enggak membiarkan saja dia bangun sendiri. biarin deh, telat juga. toh dia yang akan ngerasain jalan di lorong kelas sendirian sementara teman-temannya sudah masuk kelas. toh dia yang akan menghadapi guru piket dan mengisi formulir keterlambatan dengan susah payah karena panjaaang dan menulis sambil berdiri itu rasanya enggak enak. toh nantinya dia juga yang harus catch up workshop-workshop yang tertinggal.

kalau saya tidak membiarkannya melakukan kesalahan sekarang, lalu kapan lagi? apa dia harus belajar dengan keras soal time-management saat dia bekerja nanti? saat ada interview pekerjaan di sebuah perusahaan bonafid? atau saat ada presentasi ke klien? atau saat ada jadwal penerbangan?

tapiii, apa kata dunia nanti? dikiranya ibu macam apa saya ini, enggak bisa urus anak? 
"i am such a tiger mom, why can't you do it too?" ... kata belahan kepala saya yang lain sibuk banget protes kalau saya berbuat seperti yang di atas. 

tapi, setelah saya pikir-pikir; apa yang ariawan omongin ada benarnya juga. bener banget, malah. hanya saja soal menjadi ikhlas melihat anak berbuat salah dan menerima konsekuensinya, melihat dia lelet di segala sesuatunya, ... saya masih harus belajar banyak. banget. 

itu satu. 

yang ke dua, ariawan juga terkaget-kaget saat saya bercerita kalau saya ngedampingin titan bikin PR, setelah dia selesai kemudian saya periksain satu-satu dan minta titan untuk merevisi kalau ada yang salah. 

menurut ariawan, itu adalah hal paling salah yang sering dilakukan orang tua. karena menurut dia, saya telah merampas rasa percaya diri titan untuk presentasi hasil karyanya di depan guru, dengan menjadi reviewer tugas-tugasnya. sementara, otoritas untuk mereview tidak berada di saya; melainkan ada pada gurunya. proses belajar sebenarnya justru terletak pada saat titan presentasi hasil karyanya, murni tanpa campur tangan dan embel-embel revisi atau bantuan dari saya. dengan begitu, rasa percaya diri dan bangga terhadap hasil karyanya akan terbentuk.
selain itu, proses belajar juga terjadi saat saya mengetahui apakah gurunya telah mereview dengan baik, ... atau tidak. 

hooo, ... well well masih musti belajar lagiiiii dan berusaha lebih ikhlas lagi ngeliat anak bikin salah 
-__-






Comments

Popular Posts